CANGKIR DAN KOPI
Dalam sebuah acara reuni, beberapa alumni universitas ternama di Amerika menjumpai seorang Professor, dosen mereka dulu. Melihat para alumni tersebut asyik ramai-ramai membicarakan kesuksesan mereka, Sang Professor tersebut segera ke dapur dan mengambil seteko kopi panas dan beberapa cangkir kopi yang berbeda-beda, mulai dari cangkir yang terbuat dari kristal, kaca, melamin dan plastik.
Sang Professor tersebut kemudian menyuruh para alumni untuk mengambil cangkir dan mengisinya dengan kopi. Setelah masing-masing sudah mengisi cangkirnya dengan kopi, Professor tersebut berkata : “Anak-anakku, perhatikanlah bahwa kalian semua memilih cangkir-cangkir yang bagus dan kini yang tersisa hanyalah cangkir-cangkir yang murah dan tidak menarik. Memilih hal yang terbaik adalah wajar manusiawi. Namun persoalannya, ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yang bagus, seringkali perasaan kalian mulai terganggu. Kalian secara otomatis melihat cangkir yang dipilih orang lain, dan mulai membandingkan cangkir kalian. Pikiran kalian terfokus pada cangkir, padahal yang kalian nikmati bukanlah cangkirnya, melainkan kopinya.”
Sobat sukses, jika direnungkan, hidup kita seperti kopi dalam analogi di atas, sedangkan cangkirnya adalah pekerjaan, jabatan dan harta benda yang kita miliki.
Dari kisah di atas, kita bisa petik pesan moralnya : Jangan pernah membiarkan cangkir mempengaruhi kopi yang kita nikmati. Cangkir bukanlah yang utama, kualitas kopi itulah yang terpenting. Jangan berpikir bahwa kekayaan yang melimpah, karier yang bagus dan pekerjaan yang mapan merupakan jaminan kebahagiaan. Itu konsep yang sangat keliru.
Sobat,
kualitas hidup kita ditentukan oleh ‘apa yang ada dalam’ dan bukannya ‘apa yang
nampak dari luar’. Apa gunanya kita memiliki segalanya, namun kita tidak pernah
merasakan damai, sukacita, dan kebahagiaan dalam kehidupan kita? Itu sangat
menyedihkan, karena itu sama seperti kita menikmati kopi basi yang disajikan di
sebuah cangkir kristal yang mewah dan mahal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar